
Maka beliau menjawab, "Perkataan ini telah disebutkan oleh lebih dari satu orang, dan sebagian orang menyebutkan perkataan ini dengan secara marfu' (disandarkan kepada Nabi). Adapun penjelasan perkataan ini maka dari beberapa segi;
Pertama : sebuah niat yang kosong dari amalan (tanpa disertai amalan) tetap diberi pahala, adapun amalan tanpa disertai niat maka tidak diberi pahala. Al-Qur'an dan Sunnah serta kesepakatan para ulama telah menunjukan bahwasanya barangsiapa yang mengerjakan amalan-amalan sholeh tanpa disertai keikhlasan maka tidak akan diterima oleh Allah. Telah valid dari Nabi –dari banyak jalan hadits- bahwasanya beliau bersabda:
مَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كُتِبَتْ لَهُ حَسَنَةٌ
"Barangsiapa yang berniat hendak melakukan suatu kebaikan lalu dia tidak melaksanakannya maka dicatat baginya satu kebaikan"
Kedua : Barangsiapa yang berniat melakukan kebaikan lalu ia mengerjakannya semampunya dan tidak sanggup untuk menyempurnakan amalan tersebut maka ia akan memperoleh pahala amalan tersebut secara sempurna. Sebagaiamana dijelaskan di dalam shahihain (shahih Al-Bukhari dan shahih Muslim) bahwasanya beliau bersabda:
إنَّ بِالْمَدِينَةِ لَرِجَالًا مَا
سِرْتُمْ مَسِيرًا وَلَا قَطَعْتُمْ وَادِيًا إلَّا كَانُوا مَعَكُمْ
قَالُوا : وَهُمْ بِالْمَدِينَةِ قَالَ : وَهُمْ بِالْمَدِينَةِ حَبَسَهُمْ
الْعُذْرُ
"Sesungguhnya di kota Madinah ada
orang-orang yang tidaklah kalian menempuh suatu perjalanan dan tidaklah
kalian melewati lembah kecuali mereka menyertai kalian". Para sahabat
berkata, "Padahal mereka di kota Madinah?". Nabi berkata, "Iya, mereka
di kota Madinah, mereka terhalangi oleh udzur"
Imam At-Thirimidzi telah menshahihkan hadits Abu Kabsyah Al-Anmaariy dari Nabi –shallallahu 'alaihi wa sallam- bahwasanya beliau menyebut empat orang;
رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا وَعِلْمًا فَهُوَ يَعْمَلُ فِيهِ بِطَاعَةِ اللَّهِ . وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ عِلْمًا وَلَمْ يُؤْتِهِ مَالًا . فَقَالَ : لَوْ أَنَّ لِي مِثْلَ مَا لِفُلَانِ لَعَمِلْت فِيهِ مِثْلَ مَا يَعْمَلُ فُلَانٌ . قَالَ : فَهُمَا فِي الْأَجْرِ سَوَاءٌ وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا وَلَمْ يُؤْتِهِ عِلْمًا فَهُوَ يَعْمَلُ فِيهِ بِمَعْصِيَةِ اللَّهِ وَرَجُلٌ لَمْ يُؤْتِهِ اللَّهُ مَالًا وَلَا عِلْمًا فَقَالَ : لَوْ أَنَّ لِي مِثْلَ مَا لِفُلَانِ لَعَمِلْت فِيهِ مِثْلَ مَا يَعْمَلُ فُلَانٌ قَالَ : فَهُمَا فِي الْوِزْرِ سَوَاءٌ
"(Petama) seseorang yang Allah berikan kepadanya harta dan ilmu, maka diapun menggunakan hartanya dalam ketaatan kepada Allah. (Kedua) seseorang yang Allah berikan kepadanya ilmu namun Allah tidak memberikannya harta, maka diapun berkata, "Kalau seandainya aku memiliki harta seperti si fulan (orang yang pertama-pent) maka aku akan beramal sebagaimana amalannya." Nabi berkata, "Maka keduanya sama-sama mendapatkatkan pahala yang sama".
(Ketiga) seseorang yang Allah berikan kepadanya harta namun Allah tidak memberikan kepadanya ilmu, maka diapun menggunakan hartanya untuk bermaksiat kepada Allah. (Keempat) seseorang yang tidak Allah berikan kepadanya harta dan ilmu, maka dia berkata, "Kalau seandainya aku memiliki harta seperti si fulan (orang yang ketiga-pent) maka aku akan berbuat sebagaimana amalannya". Nabi berkata, "Maka keduanya sama dalam mendapatkan dosa"
Dalam shahihain dari Nabi –shallallahu 'alaihi wa sallam- bahwasanya beliau bersabda,
مَنْ دَعَا إلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنْ الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ اتَّبَعَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ وَمَنْ دَعَا إلَى ضَلَالَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنْ الْوِزْرِ مِثْلُ أَوْزَارِ مَنْ اتَّبَعَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ
"Barangsiapa yang menyeru kepada petunjuk (kebaikan) maka bagi dia pahala sebagaimana pahala orang-orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi pahala mereka sama sekali. Dan barangsiapa yang menyeru kepada kesesatan maka ia mendapatkan dosa sebagaimana dosa orang-orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi dosa-dosa mereka sama sekali"
Dalam shahihain dari Nabi –shallallahu 'alihi wa sallam- bahwasanya beliau bersabda
إذَا مَرِضَ الْعَبْدُ أَوْ سَافَرَ كُتِبَ لَهُ مِنْ الْعَمَلِ مَا كَانَ يَعْمَلُهُ وَهُوَ صَحِيحٌ مُقِيمٌ
"Jika seorang hamba sakit atau sedang bersafar maka akan dicatat baginya amalan sebagaimana amalan yang biasanya ia lakukan tatkala dalam keadaan sehat dan dalam keadaan muqim (tidak bersafar)"
Dan dalil-dalil yang menunjukan makna seperti ini banyak.
Ketiga : Sesungguhnya hati adalah rajanya badan, dan anggota-anggota badan adalah pasukan (anak buah) si hati. Jika si raja baik maka baik pula pasukannya. Dan jika sang raja buruk maka buruk pula pasukannya. Dan niat merupakan amalannya sang raja, berbeda dengan amalan-amalan yang lahiriah maka itu merupakan amal perbuatan para pasukan.
Keempat : Sesungguhnya taubatnya seseorang yang tidak mampu melakukan kemaksiatan sah (diterima oleh Allah) menurut Ahlus Sunnah. Seperti taubatnya seorang yang tidak memiliki kemaluan dari perbuatan zina dan taubatnya orang yang tidak memiliki lidah dari perbuatan menuduh orang baik-baik, dan yang lainnya. Asal taubat adalah kesungguhan hati, dan ini bisa dilakukan bagi orang yang tidak mampu bermaksiat.
Kelima : Sesungguhnya niat tidak akan dimasuki oleh fasad (kerusakan), hal ini berbeda dengan amalan-amalan lahiriah. Karena niat asalnya adalah cinta kepada Allah dan cinta kepada RasulNya dan pengharapan terhadap wajah Allah. Hal ini sendiri dicintai oleh Allah dan RasulNya, dan diridhoi oleh Allah dan RasulNya. Adapun amalan-malan lahiriah maka bisa dimasuki banyak penyakit yang bisa merusaknya (seperti riya', sum'ah, ujub, takbbur, tidak terpenuhinya rukun atau syarat dari amalan lahiriah tersebut, dll-pent). Barangsiapa yang tidak selamat dari penyakit-penyakit ini maka amalan lahiriahnya tidak akan diterima oleh Allah.
Oleh karenanya amalan-amalan hati yang murni lebih afdhol dari pada amalan-amalan badan yang murni.
sebagian salaf berkata,
قُوَّةُ الْمُؤْمِنِ فِي قَلْبِهِ وَضَعْفُهُ فِي جِسْمِهِ وَقُوَّةُ الْمُنَافِقِ فِي جِسْمِهِ وَضَعْفُهُ فِي قَلْبِهِ
"Kekuatan seroang mukmin terletak pada hatinya, dan kelemahannya terletak pada badannya. Dan kekuatan seorang munafik terletak pada badannya dan kelemahannya terletak pada hatinya"
Adapu perinciannya maka butuh pembahasan yang panjang, wallahu a'lam" (Majmuu' al-Fataawaa 22/244-245)
Nasehat emas diatas mengingatkan kita untuk benar-benar memperhatikan niat, dan hendaknya kita memperbanyak niat untuk melakukan kebaikan, karena sesungguhnya niat yang baik sudah tercatat di sisi Allah dan akan mendapatkan ganjaran di sisi Allah.
Disusun oleh Abu Abdil Muhsin Firanda Andirja
Akhlaq dan Nasehat
- Jangan Pernah Lagi Salahkan Hujan, Sungai atau Alam!
- Potret dan Nasib Dua Golongan Manusia
- Ustadz Harry Moekti : Ahmad Dhani itu Setan!
- Kisah Seorang Suami yang Berbohong Kepada Istrinya [inspiratif banget]
- TANGISAN NABI shallahu 'alaihi wa sallam TATKALA KEHILANGAN ORANG YANG DICINTAI (bag 2)
- TANGISAN-TANGISAN NABI shallallahu 'alaihi wa sallam
- NASEHAT ABUL 'ATAHIYAH (JANGAN TERPEDAYA DENGAN GEMERLAP DUNIA !!!)
- Tahun Baru Masehi : Sejarah Kelam Penghapusan Jejak Islam
- Mengajak Kaum Nasrani Ke Surga Di Bulan Desember
- Fitnah Dajjal
- Amalan di 10 Hari Terakhir Ramadhan
- Sebuah Kalung Yang Mengingatkan Nabi –shallallahu 'alaihi wa sallam- Akan Cinta Pertamanya
- "Carilah Ridho Allah, Bukan Ridho Makhluk"
- Akibat Perbuatan Maksiat
- Kebodohan Hakiki! Pelaku Maksiat Adalah Orang yang Bodoh di Sisi Allah…!!!
- Suara Hati Ibnul Jauzi Kepada Buah Hatinya
- Mereka Telah Lupa Dosa-Dosa Mereka….Akan Tetapi Allah Tidak Lupa !!!
- Rintihan Sholat Malam
- AKU HAMBA YANG BERLUMURAN DOSA
- DAKWAH…ANTARA ASA DAN FAKTA
- BERKELUH KESAHLAH HANYA KEPADA ALLAH
- Melatih Diri Untuk Selalu Berniat Baik
- Hati – hati dengan Modus Pemurtadan lewat Facebook
- TABARRUJ, DANDANAN ALA JAHILIYAH WANITA MODERN
0 comments:
Post a Comment
Komentar anda akan dihapus jika :
1. SPAM atau meninggalkan komentar mengandung unsur SARA
2. Berkata kasar atau kata-kata negatif lainnya
3. Meninggalkan komentar dengan link hidup
4. Komentar tidak berhubungan dengan tema
5. Jika anda ingin berlangganan "komentar" dari artikel ini, pilih link "Subscribe by email" pada bagian bawah form komentar